Melongok Tanah Jawi masa silam, kita akan tahu bahwa di dalam
sejarahnya, di Jawa yang tidak pernah sepi dari konflik baik berupa
intrik terbuka maupun peperangan, memaksa setiap wong Jowo untuk
mempersiapkan diri dari bahaya baik dari dalam maupun dari luar.Bisa
dikatakan Sejarah Jawa adalah sejarah perjuangan manusia untuk bisa
hidup damai, tentram dan bahagia namun juga harus bersiap menghadapi
segala tantangan. Sikap nrimo dan pasrah itu perlu, namun yang juga
perlu adalah bahwa manusia Jawa adalah manusia yang siap untuk struggle
for survive (bertahan hidup) di tengah berkecamuknya kepentingan yang
berbeda-beda. Itu sebabnya, di Jawa memiliki ilmu-ilmu kesaktian hampir
bisa dipastikan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari hidup
seseorang.
Salah satu orang Jawa yang terkenal kesaktiannya adalah Raden Rangga.
Siapa dia? Raden Rangga adalah anak satu-satunya Panembahan Senopati
dan Ratu Kali Nyamat. Sejak kecil hingga remaja, Raden Rangga sudah
bakat menjadi pendekar sakti dan tangguh. Sayangnya, dia memiliki watak
buruk yaitu pemarah dan suka memukul.
Suatu ketika seorang pendekar pilih tanding dari Banten datang untuk
menantang adu kesaktian Panembahan Senopati, sang ayah yang juga pendiri
dinasti Mataram ini. Raden Rangga tahu kedatangan pendekar Banten ini
dan meminta pada Panembahan Senopati agar dirinya saja yang menghadapi.
Permintaan dari sang anak pun dituruti sekaligus untuk mengetahui sampai
seberapa hebat ilmu kesaktian Raden Rangga.
Adu kekuatan pun terjadi antara Raden Rangga vs Pendekar Banten.
Mulai menggunakan tenaga biasa hingga tenaga dalam tingkat tinggi.
Akhirnya, dengan pukulan tenaga dalam, sang pendekar Banten tewas
berkalang tanah.
Raden Rangga memiliki segudang ilmu kesaktian. Salah satunya adalah
kekuatan jari tangannya untuk menusuk-nusuk batu. Batu yang keras terasa
oleh Raden Rangga seperti menusuk tanah lunak. Suatu ketika, dia
diperintahkan oleh sang ayah untuk berguru ke Ki Juru Martani. “Aku ini
sudah sakti mandraguna, tapi kenapa masih diperintahkan untuk berguru ke
eyang Juru, saya akan mendapatkan apa?” begitu katanya dalam hati.
Singkatnya, Raden Rangga pun menurut dan pergi menghadap Ki Juru
Martani. Sesampai di depan rumah Ki Juru yang ada masjid kecil di teras,
dia terpaksa menunggu. Sebab Ki Juru sedang sholat dhuhur. Raden
Rangga pun duduk di trap mesjid yang terbuat dari batu kumalasa dan
iseng jarinya ditusuk-tusukkan. Batu itu pun berlobang-lobang.
Usai sholat, Ki Juru keluar masjid. Dia langsung menyapa Raden
Rangga. “Cucuku, apa jarimu tidak sakit menusuk batu yang keras itu?”
Seketika itu pula, batu itu menjadi keras dan kesaktian Raden Rangga
hilang seketika. “Benar kata ayah bahwa saya harus berguru pada
panjenengan eyang Juru Martani. Saya sadar, orang muda seperti saya
tidak boleh menyombongkan ilmu kesaktian pada orang yang lebih tua”
Ki Juru Martani kemudian mengajari raden Rangga berbagai ilmu
kesaktian. Salah satu yang diajarkannya adalah Aji Lembu Sekilan. Ajian
ini untuk menghadapi lawan di dalam peperangan. Senjata tajam dan tumpul
tidak akan mampu melukai tubuh bagi pemilik ajian ini. Untuk melakukan
penyerangan pukulan, aji lembu sekilan sangat efektif karena bisa
melipat gandakan tenaga ratusan kali tenaga biasa.
Bagi para pendekar yang ingin memiliki ajian ini, dia tidak boleh
memanggil lembu (sapi) dan tidak diperkenankan memakan dagingnya. Dia
harus menjalani laku berupa puasa 40 hari hanya makan dedaunan yang
dikulup dengan bumbu garam. Minumnya air kendi dan apabila sudah selesai
40 hari lalu dia kemudian erlu nglowong tiga hari tiga malam mulai hari
Kamis Wage. Cara matek aji ini yaitu membaca mantra di bawah ini:
Niat ingsun amatek ajiku si lembu sekilan,
Rosulku lungguh ibrahim nginep babahan,
Kep karekep barukuut kinemulan wesi kuning,
Wesi mekakang, secengkang sakilan sadepo,
Sakehing brojo ora nedhasi bedil pepet mriyem
Buntu tan tumomo songko kersaning Allah.
Rosulku lungguh ibrahim nginep babahan,
Kep karekep barukuut kinemulan wesi kuning,
Wesi mekakang, secengkang sakilan sadepo,
Sakehing brojo ora nedhasi bedil pepet mriyem
Buntu tan tumomo songko kersaning Allah.
Seketika itu pula daya gaib ajian ini bekerja.
Raden Rangga juga dibekali ajian penutup yang sangat hebat. Nama
ajian pemberian Ki Juru Martani ini adalah Ajian Gelap Ngampar. Ajian
yang konon milik salah seorang sahabat Rasulullah, yaitu Baginda Ali ini
untuk menghadapi peperangan massal. Sekali matek aji dan berteriak maka
nyali musuh akan ciut dan mereka akan buyar lari tunggang langgang
ketakutan. Pendekar pemilik Ajian Gelap Ngampar sangat ditakuti karena
tubuhnya kebal senjata dan memiliki mata yang bisa memancarkan sinar
sangat kuat sampai yang dilihat terbakar.
Cara mendapatkan Ajian Gelap Ngampar ini dituturkan Ki Juru Martani sebagai berikut:
“Puasa mutih 40 hari, makan hanya sekali tiap 12 malam. Setelah puasa selesai, maka dia harus nglowong (tidak tidur dan begadang di luar rumah) selama 7 hari 7 malam dan mulai puasa pada hari sabtu Kliwon” Ajian ini otomatis bekerja bila dalam peperangan sang pendekar membaca mantra di bawah ini:
“Puasa mutih 40 hari, makan hanya sekali tiap 12 malam. Setelah puasa selesai, maka dia harus nglowong (tidak tidur dan begadang di luar rumah) selama 7 hari 7 malam dan mulai puasa pada hari sabtu Kliwon” Ajian ini otomatis bekerja bila dalam peperangan sang pendekar membaca mantra di bawah ini:
“Niat ingsun amatek ajiku si gelap ngampar,
gebyar-gebyar ono ing dadaku,
ulo lanang guluku
macan galak ono raiku
suryo kembar ono netraku
durgodeg lak ono pupuku,
gelap ngampar ono pangucapku
gelap sewu suwaraku
yo aku si gelap ngampar”
gebyar-gebyar ono ing dadaku,
ulo lanang guluku
macan galak ono raiku
suryo kembar ono netraku
durgodeg lak ono pupuku,
gelap ngampar ono pangucapku
gelap sewu suwaraku
yo aku si gelap ngampar”
Demikian sedikit sejarah dua ajian dahsyat unggulan para pendekar
Jawa masa silam ini. Tidak salah kita belajar berbagai ilmu kesaktian
dengan harapan agar kita semakin bijaksana bahwa samudra ilmu Tuhan
begitu luasnya. Sementara ilmu manusia hanya memiliki sedikit ilmu
seperti setitik air saja. Namun, setitik air ilmu itu pun bila
dimanfatkan secara optimal dengan tujuan luhur akan mendatangkan berkah.
Berbagai ilmu ajian warisan para leluhur ini pun bisa mendatangkan
manfaat yang besar. Misalnya, untuk menghadapi kejahatan yang kini
semakin banyak terjadi, atau menghadapi bahaya musuh yang mengancam
wilayah negara kita. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar